Pak Ali, Wartawan Medan yang Sempat Buat Heboh Malaysia

Kamis, 01 November 2012


SUMATERA Utara sejak dulu dikenal sebagai daerah penghasil wartawan hebat. Dari provinsi yang awalnya bernama Sumatera Timur ini lahir tokoh-tokoh pers kaliber nasional.
Para wartawan pasti mengenal Parada Harahap, yang kini namanya diabadikan sebagai Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Sumut. Siapa tak kenal dengan H Adam Malik ‘Siantarmen’ yang kemudian menjadi Wakil Presiden RI.

Kemudian ada Adinegoro meski tidak lahir dan besar di Medan namun karirnya sebagai wartawan menanjak di daerah ini. Di samping itu ada Mohammad Said (pendiri Harian Waspada), Tuan MH Manullang dan sebagainya.

Di samping itu, provinsi ini juga ternyata memiliki wartawan dari generasi yang lebih muda namun kiprahnya atau lebih tepat tulisannya--sempat menghebohkan negara tetangga Malaysia.

Meski namanya tidak setenar wartawan ‘top’ di atas namun Ali Soekardi--atau kami di Harian Analisa lebih familiar memanggilnya Pak Ali--sempat ikut memanaskan konfrontasi Indonesia-Malaysia saat itu.

Melalui ‘berita bohong’ yang ditulisnya di Mimbar Teruna Medan terbitan 18 Maret 1963, Pak Ali membuat Perdana Menteri (PM) Persekutuan Tanah Malayu (sekarang Malaysia) Tengku Abdul Rahman, marah.

Dalam berita itu Pak Ali menulis Tengku Abdul Rahman mengondol Saloma, isteri dari bintang film terkenal P Ramlee yang juga bintang film ternama saat itu. Tengku Abdul Rahman dikabarkan pernah bertemu dengan Saloma kemudian jatuh cinta dan kemudian memeliharanya sebagai gundik.

Atas berita itu Tengku Abdul Rahman merasa perlu untuk mengambil tindakan-tindakan diplomatik. Tengku Abdul Rahman menjelaskan, ia hanya sekali ketemu dengan Saloma saat pengangkatan suaminya (P Ramlee) sebagai Ahli Mangku Negara tahun 1962.

Berita bohong

Mengapa berita bohong? Kenapa Pak Ali berani menulis berita bohong? Bercerita pada penulis pekan lalu, Pak Ali yang sekarang merupakan Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) Harian Analisa mengakui bahwa berita itu memang bohong semata. Pak Ali menjelaskan, saat itu (tahun 1963) sedang panas-panasnya konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Bahkan saat itu Presiden Soekarno menggelorakan semangat rakyat Indonesia untuk melawan Malaysia dengan semboyan ‘Ganyang Malaysia’.

"Saat itu saya Wapemred Mimbar Teruna. Saya diperintah oleh Pemred Amir Hasan Lubis atau lebih dikenal dengan nama ‘Buyung Gandrung’ untuk ikut dalam berpartisipasi pada konfrontasi tersebut," ungkapnya. 

Menurut Pak Ali saat itu, Buyung Gandrung akan berangkat ke Jakarta untuk meliput acara Games of the New Emerging Forces (Ganefo) yaitu ajang olahraga tandingan ciptaan Soekarno.

"Sebelum berangkat ia berpesan pada saya untuk ikut berpartisipasi dalam konfrontasi itu. Sudah tentu caranya melalui media. Karena dengan cara-cara politik pasti tidak bisa. Maka saya buatlah berita itu," ujarnya

Pak Ali sendiri tak menyangka berita bohong yang ditulisnya membuat heboh negara tetangga tersebut. "Saya tidak menyangka berita itu bisa membuat marah PM Tengku Abdul Rahman," katanya.

Menurut Pak Ali, Mimbar Teruna koran lokal di Medan yang tidak mungkin dibaca di Malaysia. Tapi ternyata berita itu dikutip kantor berita Prancis AFP yang kemudian dibaca di Malaysia.

Pak Ali mengakui memang seharusnya tidak boleh membuat berita bohong seperti itu. Tapi karena kondisi negara saat itu dan ia tidak menyangka berita itu bisa membuat heboh Malaysia sehingga sampai membuat PM Tengku Abdul Rahman menempuh tindakan-tindakan diplomatik ke pemerintah RI.

"Saya sudah minta maaf secara langsung kepada P Ramlee ketika bertemu beberapa tahun kemudian. Saya jelaskan kenapa saya menulis berita itu. Ia bisa memahaminya dan memakluminya," ujar Pak Ali.

Atas pengalaman ini, Pak Ali berpesan pada wartawan untuk tidak menulis berita bohong seperti yang pernah dilakukannya. "Saat itu keadaan dan kondisi negara khususnya hubungan dengan Malaysia sedang dalam keadaan tidak kondusif," ujarnya.


Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar