Kota-kota Besar Asia Terpapar Badai-badai Super

Jumat, 02 November 2012


PUKULAN keras Topan Sandy terhadap New York hendaknya menumbuhkan kesadaran bagi kota-kota besar pesisir pantai di Asia yang justru lebih terbuka tapi kurang memiliki sarana perlindungan untuk mengatasi ancaman-ancaman seperti itu.
New York mampu memanfaatkan teknik sipil level tertiggi, tatalaksana pemerintahan yang baik dan perekonomian terkaya di dunia saat kota kosmopolitan itu menghadapi suatu even sekali seabad.

Namun faktor-faktot itu tidak dimiliki banyak kota baesar yang telah bermunculan, seringnya secara anarkis, di lengkung pesisir pantai dari China hingga Laut Arab, sehingga memikat jutaan orang datang untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

"Kota-kota itu tengah mengalami ekspansi sangat pesat dan kota-kota tersebut tak hanya terpapar pada kenaikan level laut, tapi juga terekspos pada badai-badai tropis," ungkap Bob Ward, direktur kebijakan di Grantham Research Institute on Climate Change and the Environment di London.

"Jelas tidak ada perencanaan urban yang tengah dilakukan, dan kota-kota itu memiliki banyak masyarakat miskin yang tinggal di perumahan kualitas sangat rendah sehingga mereka sangat rentan dan terpapar."

Sebuah studi OECD tahun 2007 mengidentifikasi 20 kota pelabuhan besar yang terkait dengan populasi, akan paling terancam oleh banjir pesisir pada tahun 2070 mendatang.

Limabelas kota itu ada di Asia, dengan delapan tempat pertama dipimpin oleh Kolkata diikuti Mumbai, Dhaka, Guangzhou, Ho Chi Minh City, Shanghai, Bangkok dan Yangon. Kota-kota besar Asia lainnya adalah Haiphong (10), Tianjin (12), Khulna di Bangladesh (13), Ningbo di China (14), Chittagong (18), Tokyo (19) dan Jakarta (20).

Lima sisanya adalah Miami (9), Alexandria di Mesir (11), Lagos (15), Abidjan di Pantai Gading (16) dan New York yang menduduki urutan ke-17. 

"Kota-kota besar dengan perlindungan terbaik ada di negara-negara Eropa, seperti Belanda yang telah memiliki standar pertahanan (banjir) sangat tinggi, sedang sebagian dari kota-kota Amerika, pertahanan mereka tidak setinggi itu," ungkap Susan Hanson, pakar coastal engineering dari Tyndall Centre for Climate Change Research Inggris yang turut menyusun laporan tadi.

Kombinasi beberapa faktor membuat kota-kota besar baru menjadi begitu rentan, papar Hanson.

Satu faktor adalah kenaikan level laut, yang menurut model studi itu akan mencapai sekira 50 cm pada tahun 2070 saat suhu udara yang makin panas menyebabkan samudera-samudera memuai sehingga level airnya naik.

Selain itu, adalah terobosan atau kenaikan kecepatan badai keras, dari sikon yang juga menyebabkan hujan sangat lebat.

Sejumlah ilmuwan mengatakan badai-badai ini bisa menjadi lebih ganas dan sering terjadi, namun pakar lainnya tidak sependapat.

Tom Mitchell, kepala bagian perubahan iklim di Overseas Development Institute Inggris, mengatakan: "Ada bukti untuk menyatakan pengaruh perubahan iklim menyebabkan makin kuat kecepatan angin tapi jumlah siklon tropis secara keseluruhan tidak akan menunjukkan perubahan atau bahkan barangkali akan sedikit turun.

Dampak-dampak badai super makin hebat bila kota-kota besar menyingkirkan berbagai pertahanan alami dan masyarakat dibiarkan tinggal di tempat-tempat riskan.

Dalam sebuah laporan pada Maret lalu tentang cuaca ektrem, badan PBB Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mencatat kenaikan level air laut setinggi 50 cm akan menyebabkan banyak kawasan Mumbai tidak dapat dihuni.

Menurut laporan OECD, 1,9 juta orang di Mumbai terpapar pada banjir di pesisir pantai pada 2005, suatu angka yang kemungkinan akan naik jadi 14 juta jiwa dalam 2070.

Kesadaran tentang berbagai risiko dan tatalaksana pemerintahan yang baik merupakan kunci memperkecil ancaman tersebut, tegas Ashvin Dayal, kepala Rockefeller Foundation di Asia, yang mendukung sebuah proyek memperkuat berbagai pertahanan iklim wilayah tersebut.

Kota-kota dapat menghormati daerah-daerah resepan banjir dan membangun kembali hutan mangrove yang merupakan perisai alami menghadapi kian besarnya badai. Kota-kota itu dapat meningkatkan perencanaan untuk mencegah kawasan berbahaya dan penggunaan modelling yang lebih baik untuk mengetahui pemanfaatan tanah dengan lebih baik.

Dan kota-kota juga dapat mempromosikan teknik-teknik sederhana tapi efektif seperti menyemen lantai rumah, yang berarti arti dapat kering setelah banjir tanpa ada kerusakan pada struktur bangunan. 

"Kita harus beranjak dari sebuah situasi mencari solusi aman-gagal ke situasi di mana anda juga dapat memiliki kegagalan yang aman," ujar Dayal.

"Hal-hal seperti (Badai super Sandy) memang bikin orang sangat terkejut sehingga mereka duduk tegak dan menaruh perhatian besar. Kita hendaknya bisa memastikan mereka tidak memiliki daya ingat yang pendek."



Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar