Benarkah BUMN "Sapi Perah" DPR?

Jumat, 02 November 2012


Oleh : Ramzit Purba. Sikap tegas Menteri BUMN Dahlan Iskan yang menolak BUMN dijadikan "sapi perah" ternyata membuat DPR sontak meradang. Tensi panas di gedung Senayan pun bergejolak menanggapi penyataan yang dianggap kontroversial ini. Seakan tak terima dengan pernyataan Dahlan Iskan ini, DPR pun melakukan pemanggilan kepada mantan Dirut PLN untuk secepatnya mengklarifikasi pernyataannya tersebut.
Ketegangan hubungan antara DPR dan Dahlan Iskan sebenarnya tidak terjadi hanya sekali ini saja. Sebelumnya, hubungan DPR dan Dahlan Iskan sempat memanas lantaran kebijakan Dahlan Iskan yang mengeluarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-236/MBU/2011 tentang pendelegasian sebagian kewenangan dan/atau pemberian kuasa kepada deputi Kementerian BUMN, Direksi, dan Komisaris. Gebrakan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan ini dimaksud untuk memangkas birokrasi pada perusahaan negara, namun kebijakan ini mendapat penentangan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang akhirnya membuat DPR mengajukan hak interpelasi kepada Dahlan Iskan.

Babak Kedua

Babak kedua pertentangan antara DPR dan Dahlan Iskan kembali memanas. Bola panas yang digiring Dahlan Iskan melalui penyataannya yang menolak tegas BUMN menjadi sapi perah anggota DPR membuat petinggi senayan temperamen menanggapi pernyataan tersebut. 

Penolakan Dahlan Iskan terhadap praktek BUMN yang sering dijadikan sebagai tempat pengambilan upeti anggota DPR diyakini sebagai proteksi BUMN dari politisasi dan kongkalingkong. Untuk menindak lanjuti kebijakan proteksi BUMN, Sekretaris Kabinet Dipo Alam telah menerbitkan Surat Edaran khusus mengenai upaya pencegahan terhadap praktek kongkalingkong anggaran dengan DPR. Surat Edaran Nomor 542 ditujukan kepada seluruh Kementerian, anggota Kabinet, Pemerintah Daerah dan BUMN.

Kebijakan Dahlan Iskan yang secara gamblang mengatakan BUMN kerap menjadi sapi perahan anggota DPR memuai kecaman dari senanyan. Tak tanggung- tanggung pada Sidang paripurna terakhir Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada masa sidang I tahun 2012-2013, Kamis (25/10/2012),  "menyentil" Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Sidang pengesahan lima buah Rancangan undang-undang (RUU) Daerah Otonomi Baru (DOB) dibanjiri interupsi untuk memanggil Dahlan Iskan kembali setelah dua kali mangkir dari pemanggilan. Terhadap permintaan interupsi ini, Ketua DPR Marzuki Alie melunak dan kemudian memperkenankan adanya rapat-rapat kerja Komisi VII dengan pemerintah selama masa reses yang akan dilakukan pada tanggal 26 Oktober-18 November 2012. Memang aneh bin aneh wakil rakyat ini, rapat yang seyogianya membahas pengesahan RUU Daerah Otonomi Baru (DBO) namun tersandera akan bumbu kekesalan anggota dewan terhadap Dahlan Iskan.

Pemanggilan Dahlan Iskan untuk ketiga kalinya diyakini sebagai puncak babak kedua dari kegerahan anggota dewan. Momen pemanggilan inipun setidaknya akan dipakai sebagai senjata untuk menghakimi pernyataan Dahlan Iskan yang dinilai merusak reputasi dan kewibawaan wakil rakyat ini. Tak terima dirusak kewibawaan anggota dewan, sebagian anggota dewan siap melaporkan pernyataan Dahlan Iskan kepada pihak yang berwajib, apabila tidak dapat membuktikan pernyataannya tersebut. 

Benarkah BUMN Jadi "Sapi Perah?" 

Bola panas perseteruan antara DPR dengan Dahlan Iskan kian mencapai eskalasinya. Pernyataan Meneg BUMN Dahlan Iskan yang menolak tegas BUMN dijadikan sapi perah anggota DPR mengindikasikan suburnya praktek kongkalingkong BUMN dengan DPR. Indikasi penolakan inipun seakan membenarkan bahwa selama ini BUMN kerap dijadikan tempat empuk untuk mendapatkan upeti para politisi senayan.

Kedua, reaksi temperamen anggota DPR dalam menanggapi pernyataan ini seakan memberikan sinyal kuat adanya oknum peminta upeti dari BUMN. Tak tanggung-tanggung penentangan terhadap pernyataan inipun dibalas sinis anggota DPR dengan nada pengusulan pergantian menteri negara BUMN dahlan Iskan. 

Ketiga, indikasi kuat terjadinya kongkalingkong antara politikus senayan dengan BUMN dapat dilihat juga dari banyaknya direksi dan komisaris yang berasal dari partai politik, sehingga hal ini dapat mengakibatkan sangat rentannya BUMN dijadikan sapi perahan politisi senayan serta dimamfaatkan sebagai lumbung pendanaan politik. 

Keempat, jarangnya BUMN mendapatkan keuntungan perusahaan membuktikan bahwa adanya indikasi kuat BUMN kerap menjadi bulan-bulanan politisi untuk mendapatkan jatah keuntungan perusahaan sebagai upeti kepada anggota DPR. 

Kelima, seringnya BUMN mengalami kerugian perusahaan dimanfaatkan sebagai momen kongkalingkong antara BUMN dan DPR. Momen kerugian inipun menjadi skenario BUMN untuk meminta subsidi dari APBN yang diyakini dimamfaatkan anggota DPR dalam memeras BUMN

Pernyataan tegas Dahlan Iskan terhadap penolakan BUMN dijadikan sebagai sapi perah anggota DPR merupakan kebijakan untuk memproteksi BUMN dari indikasi kongkalingkong antara pejabat BUMN dengan Anggota DPR. Pernyataan ini harus disikapi secara positif untuk menjadi bahan koreksi terhadap budaya BUMN yang selama ini cenderung dengan praktek kongkalingkong. BUMN bukanlah lumbung upeti bagi politisi senayan, namun terlebih dari itu BUMN harus dikelola sebaik- baiknya sebagai wadah pelayan publik dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui keuntungan perusahaan.***

Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, UNDIP Semarang




Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar