Medan Tidak Butuh Busway

Kamis, 01 November 2012

 Salah satu tuntutan dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan Organda dan Kesper adalah menolak adanya bus trans Medan. Proyek moda transportasi baru ini diklaim oleh pemerintah kota sebagai program dari pemerintah pusat yang dibebankan kepada kota metropolitan termasuk Medan. Sontak saja hal ini ditentang oleh para supir angkot yang khawatir akan berkurang pendapatannya dengan adanya angkutan jenis MRT (Mass Rapid Transit) ini. Keberadaan Trans Medan sepertinya tidak bisa terbendung lagi. Proyek Trans Medan akan jalan terus, demikian setidaknya yang di sampaikan oleh Sekda Kota Medan menjawab aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para supir angkutan.
Pertanyaan paling mendasar yang menyeruak di benak kita adalah: Apakah warga Medan benar-benar membutuhkan busway (baca:trans Medan)? Apa sih pentingnya MRT ini sehingga pemerintah daerah sangat bernafsu mengadakannya? Apakah tidak dilakukan kajian yang mendalam tentang kelayakan Trans Medan terlebih dahulu. Atau mungkin dibalik proyek "titipan" pemerintah pusat ini tersirat maksud-maksud tertentu. Untuk mengurai kemacetan kota ini, apakah tidak ada win-win solution yang bisa ditempuh antara pengusaha angkutan dan pemerintah kota?

Esensi MRT

Berbicara masalah kemacetan Kota Medan belakangan ini memang cukup mengkhawatirkan. Dalam kondisi hujan yang biasanya menyebabkan banjir dan kondisi lampu lalu lintas (trafffic light) yang sering tidak berfungsi justru di jam-jam padat makin menambah deretan panjang masalah kemacetan kota ini. Keadaan diperparah dengan sikap mengemudi dan berkendara penduduk kota Medan yang memang tidak taat lalu lintas. Saling serobot, tidak mau mengalah, berkendara melawan arah sampai pengemudi angkot si raja jalanan yang ugal-ugalan.

Ditengah kondisi tersebut apakah keberadaan Trans Medan yang digadang-gadang oleh pemerintah kota sebagai solusi atas masalah commuter, bisa mengatasi semua problem diatas? Mengenai keberadaan bus trans ini, kita dapat memetik pelajaran dari kota-kota besar lain semisal Jakarta. Mahfum diketahui bahwa keberadaan Bus Trans Jakarta atau yang biasa disebut busway ternyata tidak mengurangi kemacetan kota Jakarta, malah makin memperparah. Kemacetan memang tidak dirasakan oleh penumpang busway, namun itu dialami oleh pengguna jalan yang lain. Justru Kereta Apilah yang menjadi penyelamat masalah kemacetan Kota Jakarta. Di kota besar lainnya semisal Bandung saja, rencana pengadaan bus trans masih ditentang oleh warganya. Kemacetan tidak bisa diselesaikan dengan membuat jalur khusus bagi kendaraan tertentu selama jumlah prasana jalan yang ada tidak ditambah.

Kondisi Angkot Medan

Marilah kita melongok pada keadaan angkutan kota (angkot) di Medan. Sosok mengenai moda transportasi yang bernama angkot tak jauh dari kesan kumuh. Kondisi armada yang sudah tidak layak pakai namun masih tetap dipaksakan. Tempat duduk yang robek, kaca jendela yang macet, ban gundul itulah kesan yang kita dapati di alat transportasi ini. Bukannya melengkapi angkotnya dengan perlengkapan yang layak jalan demi keselamatan berkendara, pengemudi angkot malah lebih suka memasang musik yang hingar-bingar.

Sikap para supir angkot juga tidak jauh beda baik dalam berkendara dan bertutur kepada penumpanganya. Kata-kata kasar bahkan makian tak jarang kita dengar, terutama ketika si penumpang membayar ongkos yang menurut mereka masih kurang. Dalam berkendara sudah jadi rahasia umum, kalo pengemudi angkot ini suka seenaknya: Ngebut, tiba-tiba berhenti mendadak, menurunkan penumpang sesuka hatinya, memotong jalan dari arah kiri. Ini adalah pekerjaan rumah Organda dan Kesper untuk mendisiplinkan para anggotanya.

Kenyamanan Penumpang

Kenyamanan, itulah kondisi yang tidak didapati oleh para commuter (penglaju) ketika mengandalkan angkot sebagai sarana transportasi. Isu ini muncul ditengah-tengah masyarakat disaat tidak adanya jaminan keamanan dalam menggunakan sarana transportasi umum. Kasus-kasus perampokan, pelecehan seksual bahkan pemerkosaan yang terjadi di sarana transportasi umum saat ini begitu mengkhawatirkan. Terutama bagi para wanita dan gadis belia yang rentan mengalami kondisi ini. Para pekerja wanita di mal juga demikian. Mereka baru pulang kerja diatas pukul 10.00 malam dan sebagian diantaranya masih mengandalkan angkot ketika pulang. Saat ini kenyamanan adalah kondisi yang tidak kita temukan di angkutan umum.

Medan, Perlu Jalan Baru

Infrastruktur jalan yang sudah ada dirasakan masih belum mencukupi kebutuhan transportasi warga Medan. Saya tidak bisa membayangkan kondisi jalan yang sekarang bila proyek Trans Medan ini benar-benar jadi terlaksana. Dengan kondisi jalan yang sekarang sudah ada saja, masih sering terjadi kemacetan dimana-mana. Konon lagi kita harus berbagi (sharing) dengan bus trans Medan nantinya. Lengkaplah sudah semua jenis transportasi tumpah ruah di jalanan kota ini ada sepeda, sepeda motor, mobil pribadi, angkot, betor dan truk.

Upaya yang rintis oleh pemerintah kota harusnya adalah menggandeng investor untuk penambahan jalan-jalan baru di Kota Medan. Bukan dengan mengekor kebijakan pemerintah pusat. Namun, alih-alih menambah jalan baru proyek jalan tembus Medan-Binjai saja masih sebatas wacana. Pelebaran jalan yang sekarang tengah dilakukan seperti di sepanjang Jalan Yos sudarso menuju P. Brayan, baru menyelesaikan persoalan kecil dari masalah lalu-lintas yang ada.

Koordinasi Semua Pihak

Dalam demo, bukan hanya soal trans Medan yang menjadi tuntutan. Menjamurnya angkutan plat hitam memang cukup meresahkan. Juga pengurusan SIM/STNK bagi pengusaha angkot yang diharapkan lebih dipermudah. Dipermudah bukan berarti memberikan SIM kepada pengendara yang tidak becus di jalan raya dan membahayakan keselamatan orang lain. Perlu kerjasama dan itikad baik dari semua aparatur birokrasi di kota ini untuk mengurai semua persoalan dan menghasilkan solusi terbaik.

Unjuk rasa adalah hak semua orang. Kita berhak mengeluarkan pendapat maupun aspirasi sebagaimana yang dijamin oleh konstitusi negara kita. Namun unjuk rasa yang disertai mogok masal hanya akan membawa kerugian bagi kita semua. Supir angkot tidak mendapatkan uang karena berhenti beroperasi. Ibu-ibu rumah tangga dirumah tidak bisa berbelanja ke pasar karena tidak ada angkot. Anak-anak sekolah juga terlambat hadir untuk menuntut ilmu di sekolahnya masing-masing. Bila dikalkulasikan kita rugi secara waktu dan uang.

Pengusaha angkutan umum bukanlah anak manja yang bisa sesuka hatinya ngambek berhenti beroperasi, supaya keinginannya dituruti. Mereka juga harus memperbaiki kualitas pelayanan kepada para pengguna jasanya yaitu : penertiban supir angkot yang ugal-ugalan serta peremajaan armada angkutan umum yang sudah tidak layak jalan. Kita merindukan suasana didalam angkot yang nyaman dan aman bagi semua. Terutama bagi para penumpang wanita supaya tidak terjadi pelecehan dan tindak kekerasan.

Dalam situasi seperti ini, tidak elok jika pemerintah kota menghadirkan bus trans yang dapat menjadi saingan pengusaha angkutan umum. Pemerintah kota harus lebih tegas melindungi kepentingan para warganya dan bukan mengekor kebijakan pemerintah pusat. Lihatlah kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) yang merupakan titipan pemerintah pusat yang berujung kepada penetapan beberapa petinggi daerah sebagai tersangkanya. Kita tentu tindak menginginkan proyek MRT ini akan berakhir demikian.



Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar