Anak-anak Lebih Kenal Harry Potter daripada Pahlawan Nasional

Sabtu, 03 November 2012


Anak-anak Lebih Kenal Harry Potter daripada Pahlawan NasionalTRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak-anak dan generasi muda Indonesia pada umumnya tidak mengenali dengan baik sosok para pahlawan nasional. Di benak mereka justru lebih melekat orang- orang asing, termasuk sosok bintang film fantasi Harry Potter.
"Saya punya keponakan 20-an orang. Umumnya mereka tidak mengenali pahlawan nasional. Mereka lebih kenal film Harry Potter karya JK Rowling dari Inggris. Anak-anak umumnya juga begitu, tidak begitu peduli terhadap pahlawannya, ini yang membuat keprihatinan saya," ujar Maria Hasugian editor Majalah Tempo dalam diskusi Memaknai Ulang Kepahlawanan dalan Dimensi Kekinian yang diselenggarakan Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiwa Katolik Republik Indonesia (Forkoma PMKRI) di Jalan Menteng 18, Sabtu (3/11/2012) siang.
Keprihatinan ini, kata dia, sekaligus menjadi tantangan kepada semua elemen bangsa. Mungkin karena tidak ada sosol ideal yang bisa dibanggakan anak-anak, mungkin juga agar  lebih berhati- hati dalam memprosesdalam menentukan seseorang diangkat atau dianugerahi gelar pahlawan.
"Banyak guru yang mengajarkan sejarah yang tidak jujur kepada murid-murid. Dan kalau kita mau jujur, sangat bisa orang-orang yang dimimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dibawa ke luar dari sana, karena di antara mereka ada tentara yang semasa hidupnya menyakiti rakyatnya," kata Maria.
Hal senada dikemukakan Ketua Umum Forkoma PMKRI Hermawi Taslim. ia menceritakan kisah tentang anaknya yang tidak suka belajar tentang sejarah. Beberapa tahun silam, ketika si anak masih SD, dia tidak mau mempelajari sejarah.
"Anak saya bilang, Pak, saya nggak mau belajar sejarah. Kan sejarah tidak ada kaitannya dengan pekerjaan," kata si anak.
Argumen si anak, kata Hermawi, cukup membingungkannya. Sampai-sampai, sekali waktu, Hermawi membawa anaknya kepada Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk mendapatkan nasihat. Dalam pertemuan itu, Gus Dur meminta Hermawi meninggalkan si anak sendirian agar mereka dapat berbincang-bincang dengan leluasa.
Belakangan, si anak memang berubah, dan mulai mau mengenali sosok-sosok penting dalam perjalanan bangsa ini. "Tetapi sampai sekarang, anak saya sudah SMA, tidak mau menceritakan apa nasihat Gus Dur kepada dia. Kata dia, Gus Dur melarang diceritakan apa yang mereka bicarakan," ujar Hermawi mantan Wakil Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ketika partai kubu Muhaimin Iskandar dan kubu Yenny Wahid masih akur.
Menurut Hermawi, diskusi ini diselenggarakan untuk coba mengurai an mencari jawaban untuk pertanyaan banyak anak muda zaman modern sekarang tentang makna kepahlawanan, di masa kini. Diskusi sekaligus memaknai hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November mendatang.
"Dan kegiatan ini sekaligus pemanasan menjelang hari ulang tahun Kelompok Cipayung, Januari nanti," kata Hermawi.
Tiga pembicara dari latar belakang berbeda-beda tampil di forum ini. Tokoh Nahdlatul Ulama dan alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Amsar A Dulmanan, dosen Universitas Indonesia dan Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Peter Kasenda, serta Maria Hasugian dari Forkoma PMKRI. Wakil Sekjen Forkoma PMKRI Heri Soba berperan  sebagai moderator diskusi.
Diskusi dihadiri antara lain pengurus alumni organisasi ekstrauniversitas, yang terkenal dengan sebutan Kelompok Cipayung. Mereka adalah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi), Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiwa Katolik RI (Forkoma PMKRI), Forum Alumni (Forluni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dan Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI).


Sumber : Tribun News

0 komentar:

Posting Komentar