Menkeu: Redenominasi Bukan Sanering

Selasa, 30 Oktober 2012


Jakarta, (Analisa). Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo menyatakan pemberlakuan kebijakan redenominasi mata uang harus disertai sosialisasi dan diskusi publik. Hal ini guna menghindari kesalahpahaman di kalangan masyarakat.
Demikian disampaikan Agus Marto saat ditemui di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (30/10).

"Kita perlu ada diskusi publik, diskusi publik supaya maksudnya orang masyarakat tidak khawatir dan tidak menyangka kalau ini adalah sanering gitu yah, redenominasi mata uang itu betul-betul hanya sesuatu penyederhanaan tetapi tidak ada tujuan untuk memotong uang," ujarnya.

Menurut Agus Marto, redenominasi sangat dibutuhkan di Indonesia yang merupakan negara maju. Untuk itu, diperlukan sosialisasi agar masyarakat tidak khawatir.

"Kita melihat itu sebag suatu negara yang maju, kita memerlukan itu tapi yang paling utama masyarakat jangan sampai salah mengira itu dan malah ada kekhawatiran,

Pasalnya, lanjut Agus Marto, seluruh masyarakat Indonesia harus benar-benar mengetahui makna dari redenominasi tersebut.

"Ingat bahwa Indonesia luas dan mata uang rupiah digunakan di seluruh Indonesia yang demikian besar jadi perlu waktu untuk sosialisasi," tandasnya.

Rencana Bank Indonesia (BI) melakukan redenominasi atau penyederhanaan nilai tukar rupiah kini menimbulkan kehebohan. Publik dibuat rancu antara redenominasi dengan sanering.

Padahal mestinya publik tidak bingung karena konsep yang diinginkan BI hanyalah redenominasi untuk menyederhanakan dengan mengurangi banyaknya angka nol dalam mata uang rupiah. Misalnya adalah uang Rp 1.000.000 nantinya menjadi Rp 1.000 namun nilainya tidak berkurang.

Redenominasi ini berbeda dengan sanering yang merupakan pemotongan nominal mata uang yang disertai pula dengan penurunan nilainya. Sanering ini umumnya terjadi pada negara yang perekonomiannya tidak sehat dengan ancaman hiperinflasi, sementara redenominasi justru dilakukan negara dengan perekonomian yang sehat.

Namun publik tampaknya masih trauma dengan sanering yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1965. Ketika itu, nilai rupiah terpangkas habis seiring inflasi yang mencapai 650%. Bandingkan dengan inflasi saat ini yang hanya sekitar 6,22%.

Gubernur BI Darmin Nasution menjelaskan, sanering atau pemotongan nilai tukar rupiah yang pernah terjadi di tahun 1965 dikarenakan terjadinya ledakan inflasi akibat kekacauan ekonomi.

Pemerintah mengungkapkan dua jenis mata uang nantinya bakal digunakan masyarakat dalam masa transisi proses redenominasi rupiah. Proses seperti ini pernah lebih dahulu dijalankan negara Turki.

Demikian disampaikan Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro saat ditemui di Kantor Kemenkeu, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (30/10).

Menurut Bambang, masa transisi yang diperlukan sekitar 2-3 tahun dengan menggunakan dua jenis mata uang. Hal ini agar masyarakat merasa ada kesamaan nilai antara uang lama dan uang baru.

"Misalnya Turki yang cukup sukses lah mengubah Lira nya itu menjadi yang lebih kecil itu mereka butuh masa transisi 2-3 tahun, jadi ada masa dimana kedua uangnya aktif, ada uang lama dan uang baru, yang penting memang pengertian dari pemakai bahwa uang yang ada itu sama nilainya," tegasnya.

Bambang menilai kesiapan masyarakat menerima kebijakan mata uang baru ini sangat penting. Pasalnya, dengan kesiapan yang matang, dapat mengurangi potensi inflasi dari perubahan nilai mata uang.

"Dia harus dilatih dulu beradapatasi, misal Rp 10 ribu sama dengan Rp 10 , jadi ketika Rp 10 dia tidak berfikir bahwa seperseribu dari Rp 10 ribu. Itu yang bisa memicu inflasi nantinya masa transisi itu diperlukan untuk masyarakat belajar, tapi juga mencegah dampak inflasi, jika mata uang baru itu 100 persen diberlakukan," ujarnya.

Nantinya, lanjut Bambang, pemerintah juga akan menyediakan pecahan uang recehan kembali guna mengganti uang yang nilainya di bawah Rp 1.000.

"Konsekuensinya, uang logam akan muncul lagi, sekrang ini kan uang logam udah jarang. Nantinya uang logam akan banyak muncul lagi, untuk satuan yang lebih kecil," tandasnya. 



Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar