Kepala BNP2TKI: Dua TKI di Malaysia Tak Bersalah

Kamis, 25 Oktober 2012


Jakarta, (Analisa). Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan dua TKI kakak beradik Frans Hiu (22) dan Dharry Frully Hiu (20) di Malaysia tidak bersalah sehingga harus dibebaskan dari ancaman hukuman mati.
"Mereka tidak melakukan kejahatan dan harus dibebaskan," katanya di Jakarta, Rabu, vonis hukuman mati dari pengadilan banding di Mahkamah Tinggi Syah Alam, Selangor, Malaysia, 18 Oktober 2012.

Jumhur menegaskan TKI kakak beradik asal Siantan Tengah, Kecamatan Pontianak Utara, Pontianak, Kalbar yang bekerja di arena permainan (play station), Selangor, milik Hooi Teong Sim sejak 2009 itu hanya menangkap seorang pencuri warga Malaysia, Kharti Raja, di tempat penginapan mereka di Jalan 4 No. 34, Taman Sri Sungai Pelek, Sepang, Selangor, pada 3 Desember 2010.

Frans membekuk pencuri dan sempat membawa ke lantai bawah, namun tiba-tiba pencuri mengalami pingsan serta meninggal di lokasi tersebut, ujar Jumhur.

Kepala BNP2TKI menceritakan setelah pencuri meninggal, polisi Malaysia tiba dan mendapatkan narkoba dari saku celana pencuri. Polisi melakukan visum atas kematiannya dengan menyimpulkan Kharti Raja meninggal akibat kelebihan dosis.

Jumhur menjelaskan, saat pencuri masuk, di tempat kejadian sebenarnya terdapat satu pegawai lain berkewarganegaraan Malaysia namun dia dan Dharry panik melihat sosok Kharti yang bertubuh besar sehingga spontan melarikan diri ke luar. Frans berupaya sendirian menangkap pencuri.

Pengadilan Majelis Rendah Selangor menyidangkan Frans, Dharry, serta seorang temannya berwarga Malaysia sekitar Juni-Juli 2012 dan mereka dinyatakan bebas alias tidak bersalah.

Keluarga Kharti mengajukan banding ke Mahkamah Tinggi, ternyata, Frans dan Dharry yang dijadikan perkara tuntutan dalam pengadilan banding itu, sedangkan kawannya dari Malaysia tak diikutkan dalam proses banding.

"Putusan banding yang menghukum Frans maupun Dharry dengan vonis mati oleh hakim tunggal Nur Cahaya Rashad sungguh aneh, mengingat keduanya memang tidak bersalah dan telah dinyatakan oleh putusan sidang sebelumnya," kata Jumhur.

Jumhur mengatakan kasus Frans dan Dharry dalam penanganan KBRI Kuala Lumpur untuk melanjutkan ke tingkat Mahkamah Rayuan. "Persidangannya masih menunggu waktu dan akan diupayakan agar Frans maupun Dharry diputus bebas," katanya.

JK: Pemerintah Harus Bela

Menanggapi kasus tersebut, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla menyatakan, pemerintah harus membela dua warga Pontianak yang divonis hukuman gantung sampai mati oleh pengadilan Malaysia.

"Tentu pemerintah harus membela WNI kalau tidak bersalah, tetapi kalau bersalah tentunya akan menghadapi hukum setempat, dan itu sama saja, kalau terjadi di Indonesia, juga menghadapi hukum yang sama," kata Jusuf Kalla seusai mengunjungi gedung PMI Kota Pontianak, Rabu.

Ia menjelaskan, pemerintah tetap harus menyiapkan pengacara dalam membantu kedua WNI yang divonis hukum gantung sampai mati di Malaysia.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya menyatakan, Pemerintah Provinsi Kalbar telah mengirim surat secara resmi ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait upaya pembebasan Frans dan Dharry.

Christiandy menjelaskan, berdasarkan data bagian intelijen Kementerian Hukum dan HAM Kalbar, Frans membuat paspor pada 27 Januari 2009, sedangkan Dharry tanggal 19 Mei 2009.

Namun, keduanya tidak terdeteksi kapan meninggalkan Indonesia karena dua pintu keluar masuk Kalbar ke luar negeri, Entikong dan Supadio, baru menerapkan "border control management" masing-masing Agustus 2010 dan Maret 2010.

Menurut Wagub Christiandy Sanjaya, terlepas dari resmi atau tidak, namun sudah sepatutnya untuk tetap diberi upaya perlindungan.


Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar