Presiden Akan Buat Pernyataan Terkait Polemik KPK-Polri

Sabtu, 06 Oktober 2012


Jakarta, (Analisa). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan segera membuat pernyataan terkait polemik Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Tadi pagi Presiden menelepon saya, dan menyatakan segera akan membuat pernyataan publik tentang situasi Polri dan KPK," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana di Jakarta, Sabtu.
 Presiden, menurut dia, juga telah memiliki garis sikap tegas terkait rencana Revisi Undang-Undang (RUU) KPK.

Pernyataan tersebut, lanjut Denny, akan disampaikan secara terbuka oleh Presiden dalam satu hingga dua hari ke depan.  "Mungkin dalam satu atau dua hari ini. Saya harap media massa dapat meliput dan menyampaikannya segera pada masyarakat," ujarnya.

Denny mengaku telah diminta untuk memberikan beberapa masukan dan melaporkan perkembangan situasi terkini terkait ketegangan yang terjadi di Gedung KPK pada Jumat malam (5/10) hingga Sabtu dini hari.

Sementara itu terkait dengan revisi UU KPK yang sedang bergulir di DPR, Denny mengatakan Presiden menyatakan kalau revisi UU KPK adalah untuk mengefektifkan KPK agar pemberantasan korupsi lebih baik, maka Pemerintah akan melihat rancangannya.

"(Tapi) kalau (revisi UU KPK) adalah untuk melucuti kewenangan strategis KPK dan menyebabkan KPK tak efektif, saya (Presiden, red) tidak setuju," ujar Denny menirukan kalimat Presiden.

Sikap Presiden terkait revisi UU KPK, menurut Denny, sama seperti ketika perumusan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bergulir pada 2009.

Tidak Adu Domba

Sementara Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto meminta agar tidak ada adu domba antara KPK dengan Kepolisian karena kedua institusi sama-sama bertugas untuk memberantas korupsi di Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Menko Polhukam di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Sabtu, terkait dengan tindakan aparat Polri yang mendatangi penyidik KPK bernama Kompol Novel Baswedan karena dianggap menghilangkan nyawa seseorang beberapa tahun lalu. Aksi itu menyebabkan sejumlah aktivis hukum dan HAM berkumpul di gedung KPK untuk memberikan dukungan kepada KPK.

"Masing-masing memiliki argumentasi, silahkan soal teknis kepada mereka (KPK dan Kepolisian --red). Saya ingin menjaga dinamika di lapangan antara KPK dan Polri, jangan sampai mereka diadu domba, mereka menjadi tidak rukun, tidak harmonis. Mereka sama-sama memberantas korupsi di negeri ini," katanya.

Oleh karena itu, kata Menko Polhukam, KPK dan Kepolisian serta Kejaksaan justru harus diperkuat. "Jangan ... dilemahkan, ...pengadilan juga tetap kita perkuat supaya di muaranya tidak melempem," katanya.

Menko Polhukam juga mengatakan bahwa ia telah menghubungi Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo untuk menarik aparat Kepolisian yang mendatangi Kantor KPK pada Jumat malam (6/10).

Sistematis

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan bahwa upaya pelemahan KPK dilakukan secara sistematis. "Upaya pelemahan KPK itu sistematis dengan bentuk yang bermacam-macam seperti teror dan puncaknya terjadi tadi malam ketika akan dilakukan penjemputan secara paksa salah satu penyidik KPK oleh kepolisian," kata Abraham Samad di Semarang, Sabtu.

Hal tersebut diungkapkan Abraham di sela dialog tentang peran ulama dan tokoh masyarakat se-Jateng dalam menegakkan konstitusi dan gerakan antikorupsi yang berlangsung di kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah di Jalan Dr. Cipto Semarang.

Ia menjelaskan bahwa pada Jumat (5/10) malam kantor KPK sudah dikepung dan akan dilakukan upaya paksa terhadap salah seorang penyidik KPK yang bernama Kompol Novel Baswedan oleh oknum-oknum polisi. "Situasi di kantor KPK tadi malam tidak kondusif dan mencekam bagi penyidik KPK yang idealis," ujarnya.

Terkait dengan upaya pelemahan institusi yang dipimpinnya dengan cara mengkriminalisasi penyidik KPK, Abraham mengaku sudah melaporkan hal tersebut kepada Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Ia mengatakan, KPK akan melindungi dan memberikan perlindungan kepada penyidik-penyidiknya yang sedang terancam baik fisik maupun psikologis yang berupa tekanan-tekanan.

Keliru

Sebelumnya, Abraham Samad menyatakan bahwa tuduhan Polri terhadap penyidik KPK Novel Baswedan itu keliru. "Setelah kami melakukan penelitian, yang bersangkutan tidak melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan kepolisian," kata Abraham di Semarang, Sabtu.

Terkait dengan hal tersebut, KPK akan mencegah terjadinya kriminalisasi atau penjemputan paksa pihak kepolisian terhadap penyidik yang merupakan anggota satuan tugas yang menangani kasus korupsi simulator surat izin mengemudi roda empat dan roda dua di Korlantas Polri dengan tersangka Irjen Pol Djoko Susilo.

Novel Baswedan dituduh melakukan tidak pidana yang menghilangkan nyawa seseorang di Bengkulu pada tahun 2004.

Abraham mengharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk bisa menyelesaikan permasalahan antara KPK dan Polri. "Hal tersebut bertujuan agar tidak ada anak bangsa yang menjadi korban kriminalisasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab," ujarnya.

Terbukti Bersama

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengatakan bahwa Kompol Novel Baswedan terbukti bersalah pada sidang kode etik terkait peristiwa penembakan enam pencuri sarang burung walet di Bengkulu.

"Saudara Novel dinyatakan bersalah pada sidang kode etik, namun terkait tindak pidana belum dilakukan," kata kata Dirkrimum Polda Bengkulu, Kombes Dedy Irianto di Mabes Polri, Sabtu dini hari.

Hal tersebut dilakukan berdasarkan laporan masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan para korban, yang ditindaklanjuti Polda Bengkulu sejak sebulan lalu, ujarnya.

"Kasus ini merupakan kasus biasa, saat itu Novel berpangkat Iptu dan ternyata yang bersangkutan saat ini bertugas di KPK dan berpangkat Kompol," kata Dedi.

Pada Pebruari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet setelah dibawa ke kantor polisi dan dilanjutkan interogasi di pantai, kemudian enam-enamnya ditembak.

Penembakan langsung dilakukan Novel, hal tersebut berdasarkan keterangan dari anggotanya serta diketahui dari saksi dan korban.

Kronologis

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengungkapkan kronologi upaya penangkapan penyidik KPK Komisaris Polsi Novel Baswedan oleh aparat Polri.

"Kronologinya pada Kamis, 4 Oktober 2012 pukul 20.00 - 21.00 WIB datang utusan dari Polri yaitu saudara AA dan AD bertemu Novel yang meminta Novel untuk bertemu Kepala Satuan Reserse Kriminal (Korseskrim) Polri Yasin Fanani," kata Bambang di gedung KPK Jakarta, Sabtu.

Menurut Bambang, Novel yang merupakan kepala satuan tugas penanganan kasus korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) dengan tersangka Irjen Pol Djoko Susilo, bersedia untuk bertemu Yasin bila diizinkan pimpinan, namun pimpinan yang ada saat itu yaitu Busyro Muqoddas tidak memberikan izin.

"Tujuan pertemuan adalah untuk membantu Novel melakukan konfirmasi atas teror dan kriminalisasi yang didapat Novel kepada Kapolri sebagai orang tua sekaligus pembahasan alih status 28 penyidik di KPK," jelas Bambang.

Namun Bambang mempertanyakan kenapa sampai ada keinginan untuk bertemu dengan Yasin Fanani?

"Memang ada eskalasi permintaan penyidik KPK yang sedang mengani Korlantas dan diminta untuk bertemu Kapolri," ungkap Bambang.

Bambang menjelaskan bahwa Novel adalah mantan anggota Polda Bengkulu dengan jabatan Kasatserse Polda Bengkulu pada 1999-2005.

Terkait tudingan yang mengatakan bahwa Novel melakukan penembakan terhadap seseorang di Bengkulu, Bambang membantah hal tersebut.

"Pada 2004, ada anak buah Novel yang melakukan tindakan di luar hukum yang menyebabkan korban jiwa, tapi bukan Novel yang melakukan hal itu," tambah Bambang.

Atas kejadian tersebut, Novel diminta untuk menghubungi keluarga korban dan sudah lakukan sidang di majelis kehormatan kode etik.

"Novel yang mengambil alih tanggung jawab anak buahnya dan ia pun sudah mendapat teguran keras, sehingga kasusnya sudah selesai pada 2004," jelas Bambang.

Namun pada Jumat (5/10), seseorang yang mengaku bernama Kombes Dedi Riyanto yang berasal dari Direskrimum Polda Bengkulu bersama lima orang lain datang ke KPK.

"Mereka baru bertemu dengan pimpinan KPK pukul 20.00 dengan membawa surat perintah penggeledahan dan penangkapan dengan alasan Novel melanggar pasal 351 ayat 2 dan 3 KUHP," jelas Bambang.

Dalam pertemuan itu menurut Bambang, ada dua opsi: yaitu membuat berita acara penolakan atau datang saat jam kerja sewajarnya, sehingga surat-surat itu belum diberikan kepada Novel atau pun pimpinan KPK.

"Di sini Novel dituduh melakukan penganiayaan tidak pernah berada di tempat kejadian, jadi tidak melakukan tindakan seperti yang dituduhkan, kesimpulannya ini adalah tindakan kriminalisasi terhadap KPK," tegas Bambang.

KPK menurut Bambang, berkomitmen untuk menjaga Novel dan penyidik-penyidik KPK lainnya..

Ia juga meminta agar tindakan-tindakan seperti itu tidak dilakukan lagi dan cukup dilakukan hanya pada era orde baru


Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar