Ekonom Singapura: Perekonomian Indonesia Paling Stabil

Rabu, 03 Oktober 2012


Batam, (Analisa). Ekonom dari Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore, Singapura, Professor Tan, mengatakan perekonomian Indonesia paling stabil menghadapi krisis keuangan dunia yang baru-baru ini terjadi.
"Awalnya kami pikir Indonesia tidak akan stabil, ternyata Indonesia paling stabil," kata Profesor Tan di Batam, Selasa (2/10).

Ia mengatakan kesempatan dan peluang investasi di Indonesia relatif besar, dan kini saatnya Indonesia untuk maju.

Indonesia memiliki ukuran ekonomi yang besar dengan permintaan pasar yang tinggi sehingga mampu bertahan dalam krisis yang menghantam banyak negara di dunia.

"Malaysia tidak tahan, Vietnam juga, tapi Indonesia stabil," kata dia dalam Seminar Hasil Kajian Competitiveness Batam Bintan Karimun di tingkat Regional dan Global.

Untuk dapat meningkatkan perekonomian, kata dia, pelaku usaha harus mempertajam orientasi pada ekspor.

"Kalau Indonesia bisa tumbuh di enam persen, pada 2013 Indonesia bisa menjadi "leader power"," kata dia.

Berdasarkan penelitian akademisi di negeri jiran, ada lima hal yang menjadi kendala investor asing menanamkan modal di Indonesia, di antaranya persoalan tenaga kerja, insentif dan keuntungan serta layanan perizinan investasi.

Masalah tenaga kerja, ia mengatakan sesungguhnya yang diinginkan pekerja Indonesia adalah kepastian pekerjaan, bukannya besaran upah.

Menurut dia, pekerja Indonesia hanya mencari upah untuk mencukupi kehidupan, bukan meminta sebesar-besarnya.

"Pekerja Indonesia tidak mencari upah semaksimalnya," kata dia.

Namun, sering masalah ketenagakerjaan dipolitisasi sehingga mengganggu isyu ketenagakerjaan.

Penanam modal juga mempertanyakan insentif dan kemudahan yang diberikan pemerintah, termasuk status lahan dan harga menyewa atau membeli lahan.

Ia mengatakan penanam modal juga menginginkan pola perizinan investasi yang dilayani dalam satu kali pintu.

Menurut dia, banyak kebijakan di Indonesia berlaku berbeda di pemerintah daerah dan pemerintah pusat, sehingga itu membingungkan pengusaha.

Di tempat yang sama, ekonom dari tim Indonesia Joint Expert Study, Umar Juoro, mengatakan kebijakan pemerintah yang sering berganti membuat daya saing Indonesia berkurang.

Contohnya, insentif tax holiday pernah dikenakan pemerintah, namun kemudian kebijakan itu dihapuskan, dan saat ada penurunan, pemerintah berniat mengadakan kembali tax holiday.

"Kebijakan yang dibuat maju mundur," kata dia.

Seharusnya, pemeritah maju tidak gentar dengan kebijakan yang dibuatnya. Jangan tiba-tiba merubah kebijakan, untuk memberikan kepastian hukum pada penanam modal. 

Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar