BI: pertumbuhan ekonomi Indonesia masih aman

Jumat, 12 Oktober 2012


Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai kondisi perekonomian Indonesia dengan pertumbuhan yang tinggi belum masuk ke kategori overheating karena masih di bawah output potensialnya.
"Tingkat pertumbuhan ekonomi saat ini, yaitu 6,4 persen pada triwulan II-2012, masih berada di bawah output potensial, yang menurut perkiraan sebesar 6,7 persen," kata Perry di Jakarta, Selasa.

Perry memperkirakan pertumbuhan untuk keseluruhan tahun 2012 akan mencapai 6,4 persen dan tahun 2013 sebesar 6,6 persen, juga belum akan melampaui tingkat output potensial.

Kuatnya permintaan domestik, khususnya konsumsi dan investasi swasta, menurutnya, mampu mengkompensasi penurunan ekspor akibat dampak penurunan pertumbuhan ekonomi global.

Dijelaskan Perry, overheating atau pemanasan ekonomi merupakan kondisi ketika sisi permintaan dalam perekonomian tumbuh sangat cepat dan lebih tinggi dari kapasitas produksi nasional. 

Dari sisi domestik kondisi ini tercermin pada tekanan inflasi fundamental yang tinggi, sementara dari sisi eksternal terlihat pada defisit transaksi berjalan yang besar. 

Sejumlah indikator biasanya juga menunjukkan pemanasan ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi tingkat output potensial, kredit yang tumbuh tinggi, harga aset yang terlalu tinggi (buble), dan defisit fiskal yang besar.

Di sisi inflasi, tekanan inflasi fundamental, yang tercermin pada inflasi inti (core inflation), tetap rendah dan terkendali, yaitu 4,16 persen pada Agustus 2012. 

Inflasi IHK diperkirakan juga akan tetap terkendali, yaitu 4,6 persen dan 4.8 persen pada akhir tahun 2012 dan 2013, atau berada dalam kisaran sasaran yang ditetapkan yaitu 3,5 - 5,5 persen.

Selain itu, defisit fiskal pada tahun ini diperkirakan juga masih tetap terkendali yaitu sekitar 2,2 persen sesuai APBN-P.

Sementara untuk kenaikan harga aset sejauh ini juga tidak menunjukkan adanya indikasi buble, karena di pasar keuangan harga saham dan SBN mengalami peningkatan setelah terkoreksi di awal tahun akibat memburuknya sentiment global. 

Sedangkan pertumbuhan kredit sebesar 25,2 persen pada Juli 2012 masih dalam batas wajar untuk mendukung peningkatan kegiatan perekonomian. 

Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit optimal diperkirakan sekitar 22-24 persen, namun tingkatnya dapat lebih tinggi untuk kredit modal kerja dan investasi.

"Perhatian difokuskan pada pertumbuhan kredit untuk sektor otomotif, properti dan kartu kredit yang dinilai telah berlebihan, dan karenanya telah dikeluarkan kebijakan loan to value (LTV)," katanya.

Khusus mengenai defisit transaksi berjalan yang membengkak, dari 3,2 miliar dolar AS (1,5 persen PDB) pada triwulan I menjadi 6,9 miliar dolar AS (3,1 persen PDB) pada triwulan II-2012, menurutnya merupakan fenomena yang wajar untuk negara berkembang seperti Indonesia. 

"Apalagi sebagian besar impor dalam bentuk bahan baku dan barang modal untuk peningkatan kapasitas perekonomian," katanya.


Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar