Jakarta (ANTARA News) - Direktur
Eksekutif Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo
menilai kondisi perekonomian Indonesia dengan pertumbuhan yang tinggi belum
masuk ke kategori overheating karena masih di bawah output potensialnya.
"Tingkat pertumbuhan ekonomi
saat ini, yaitu 6,4 persen pada triwulan II-2012, masih berada di bawah output
potensial, yang menurut perkiraan sebesar 6,7 persen," kata Perry di
Jakarta, Selasa.
Perry memperkirakan pertumbuhan
untuk keseluruhan tahun 2012 akan mencapai 6,4 persen dan tahun 2013 sebesar
6,6 persen, juga belum akan melampaui tingkat output potensial.
Kuatnya permintaan domestik,
khususnya konsumsi dan investasi swasta, menurutnya, mampu mengkompensasi
penurunan ekspor akibat dampak penurunan pertumbuhan ekonomi global.
Dijelaskan Perry, overheating atau
pemanasan ekonomi merupakan kondisi ketika sisi permintaan dalam perekonomian
tumbuh sangat cepat dan lebih tinggi dari kapasitas produksi nasional.
Dari sisi domestik kondisi ini
tercermin pada tekanan inflasi fundamental yang tinggi, sementara dari sisi
eksternal terlihat pada defisit transaksi berjalan yang besar.
Sejumlah indikator biasanya juga
menunjukkan pemanasan ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi
tingkat output potensial, kredit yang tumbuh tinggi, harga aset yang terlalu
tinggi (buble), dan defisit fiskal yang besar.
Di sisi inflasi, tekanan inflasi
fundamental, yang tercermin pada inflasi inti (core inflation), tetap rendah
dan terkendali, yaitu 4,16 persen pada Agustus 2012.
Inflasi IHK diperkirakan juga akan
tetap terkendali, yaitu 4,6 persen dan 4.8 persen pada akhir tahun 2012 dan
2013, atau berada dalam kisaran sasaran yang ditetapkan yaitu 3,5 - 5,5 persen.
Selain itu, defisit fiskal pada
tahun ini diperkirakan juga masih tetap terkendali yaitu sekitar 2,2 persen
sesuai APBN-P.
Sementara untuk kenaikan harga aset
sejauh ini juga tidak menunjukkan adanya indikasi buble, karena di pasar
keuangan harga saham dan SBN mengalami peningkatan setelah terkoreksi di awal
tahun akibat memburuknya sentiment global.
Sedangkan pertumbuhan kredit sebesar
25,2 persen pada Juli 2012 masih dalam batas wajar untuk mendukung peningkatan
kegiatan perekonomian.
Secara keseluruhan, pertumbuhan
kredit optimal diperkirakan sekitar 22-24 persen, namun tingkatnya dapat lebih
tinggi untuk kredit modal kerja dan investasi.
"Perhatian difokuskan pada
pertumbuhan kredit untuk sektor otomotif, properti dan kartu kredit yang
dinilai telah berlebihan, dan karenanya telah dikeluarkan kebijakan loan to
value (LTV)," katanya.
Khusus mengenai defisit transaksi
berjalan yang membengkak, dari 3,2 miliar dolar AS (1,5 persen PDB) pada
triwulan I menjadi 6,9 miliar dolar AS (3,1 persen PDB) pada triwulan II-2012,
menurutnya merupakan fenomena yang wajar untuk negara berkembang seperti
Indonesia.
"Apalagi sebagian besar impor
dalam bentuk bahan baku dan barang modal untuk peningkatan kapasitas
perekonomian," katanya.
Sumber : Analisa
0 komentar:
Posting Komentar