Babak Baru Perjuangan Palestina

Rabu, 05 Desember 2012


Perjuangan Palestina menuju Negara berdaulat (penuh) memasuki babak baru. Pengakuan PBB atas status keanggotaan Palestina yang sebelumnya hanya sebagai entitas pemantau yang diwakili oleh PLO—organisasi perjuangan bentukkan mendiang Yaser Arafat menjadi Negara pemantau non-anggota merupakan langkah maju.
Seperti yang diberitakan oleh Okezone.com (30/11/2012), negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerima status peningkatan keanggotaan Palestina. Sebelumnya, status Palestina di PBB hanyalah entitas pemantau yang diwakili oleh PLO. Palestina meraih lebih dari dua pertiga suara dari 193 anggota PBB. 138 negara mendukung proposal keanggotaan Palestina, sembilan lainnya menolak sementara 41 negara memutuskan untuk abstain. 

Dengan status sebagai Negara pemantau non-anggota semakin membuka ruang Palestina untuk mengintensifkan perjuangan menuju merdeka. Karena dengan status tersebut Palestina memiliki hak suara di lembaga PBB, bisa terlibat dalam perjanjian-perjanjian internasional, dan punya peluang untuk bergabung dalam lembaga-lembaga PBB. Palestina juga bisa menggugat kejahatan perang yang dilakukan Israel di Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Singkatnya, dengan status Negara pemantau non-anggota, jalan Palestina menuju Negara berdaulat (penuh) kian terbuka lebar.

Sekali Lagi Lobi

Keberhasilan Presiden Mahmoud Abbas dalam meningkatkan status Palestina ini tak terlepas dari keseriusan Mahmoud membangun lobi (diplomasi). Karena kemerdekaan Palestina susah terwujud tanpa diperjuangkan melalui jalur lobi. Dan Mahmoud Abbas menyadari betul hal ini, sehingga jalan diplomasi kian diintensifkan.

Namun, kekuatan diplomasi Palestina sebetulnya belum berjalan efektif. Karena dalam internal Palestina masih terjadi polarisasi perjuangan yang tajam antara faksinya Abbas (Fatah) dengan faksi Hamas. 

Bayangkan kalau dua kubu yang selalu berseberangan secara diametral ini duduk satu meja dan secara sungguh-sungguh berdialog menyatukan persepsi perjuangan menuju Palestina merdeka, maka bisa dipastikan akan memiliki rembesan dan daya dorong psikologis yang besar dalam jalur diplomasi.

Dan disinilah sesungguhnya kekuatan Israel, pada jalur lobi (diplomasi). Kuatnya lobi Israel terhadap Amerika Serikat (AS) membuat negera "Abang Sam" tersebut menyokong penuh invasi Israel atas Palestina. Sehingga tak heran kalau AS berang dengan hasil pemilihan anggota PBB yang berujung pada peningkatan status Palestina. "Resolusi yang kontraproduktif yang terjadi hari ini memberikan halangan baru atas upaya perdamaian," ujar Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice, seperti dikutip Associated Press, Kamis sore waktu AS atau Jumat (30/11/2012) waktu Indonesia, (Okezone.com, 30/11).

Untuk itu menjadi keharusan bagi seluruh faksi perjuangan di Palestina terutama Hamas dan Fatah untuk menyatukan visi dan persepsi perjuangan menuju Palestina merdeka. Hasil konstruktif ini mestinya menjadi pelajaran berharga bagi Fatah dan Hamas untuk membangun rekonsiliasi perjuangan. Kalau dua kubu utama ini bisa mewujudkan rekonsiliasi maka diplomasi di level internasional makin solid.

Sikap Turki

Sikap Turki yang mendukung penuh perjuangan Palestina menuju Negara berdaulat juga menjadi point penting dan sangat menentukan. Mengingat Turki bersama Mesir dan Yordania sebelumnya merupakan sekutu utama Israel di Timur Tengah. Namun belakangan, ketiga Negara tersebut mulai tidak suka watak arogan Israel. Namun, hingga hari ini baru Turki yang secara serius membangun dukungan untuk kemerdekaan Palestina. Kita berharap kemenangan Mursi menjadi presiden Mesir membawa perubahan positif dalam perjuangan Palestina.

Oleh karena itu, menjadi tugas mendesak dari pelbagai faksi perjuangan Palestina untuk membangun consensus dan konsolidasi dengan negara-negara di Timur Tengah terutama dengan tiga negara tersebut diatas yang notabene memiliki peran strategis dalam percaturan politik di Timur Tengah. Langkah ini sangat urgen, karena ketika negara-negara di Timur Tengah sudah terkonsolidasi secara baik dalam mendukung kemerdekaan Palestina, maka akan melempangkan jalur lobi/diplomasi di level internasional.

Karena perkembangan konflik Palestina-Israel di dunia internasional sudah mengalami pergeseran. Dimana banyak negara yang sebelumnya tak mendukung, sekarang sudah mengubah persepsinya dan mendukung perjuangan Palestina menuju negara berdaulat. Bahkan negara-negara "raksasa" di Eropa yang sebelumnya banyak mendukung invasi Israel, sekarang mulai simpatik dan mendukung perjuangan Palestina. Dan semua ini terjadi berkat gencarnya lobi yang dilakukan oleh pemerintahan Fatah.

Sementara peta dukungan internasional untuk Israel kian menipis, bahkan hanya sekutu abadinya saja (AS) yang masih setia mendukung Isreal saat ini. Ini merupakan penanda bahwa perjuangan Palestina menuju merdeka direstui oleh mayoritas bangsa penghuni kolong langit ini. Tinggal bagaimana Palestina memanfaatkan momentum ini untuk mengintensifkan diplomasi di tingkat internasional guna menyakinkan negara-negara anggota PBB untuk menekan Israel dan Amerika.

Sekali lagi, lobi akan kurang memiliki daya dorong psikologisnya, ketika Hamas dan Fatah masih berjalan sendiri-sendiri. Untuk itu, rekonsiliasi merupakan langkah mutlak dan rasional untuk dilakukan. Bayangkan, ditengah polarisasi yang tajam atara faksi Hamas dan Fatah, Mahmoud Abbas dari Fatah sukses melakukan diplomasi di level internasional, apalagi kalau kedua kubu utama ini bersinergi.

Keberhasilan Palestina menjadi negara pemantau non-anggota di PBB adalah babak baru yang melempangkan jalan Palestina menuju negara berdaulat (penuh). Untuk itu, kerja mendesak dari semua faksi perjuangan di Palestina saat ini adalah membangun rekonsiliasi dan konsolidasi.***

Penulis adalah Analis Sosial dan Politik/berdomisili di Aceh




Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar