Presiden Terpilih Korsel Prioritaskan Keamanan dengan Korut

Kamis, 20 Desember 2012


Seoul, (Analisa). Presiden terpilih Korea Selatan (Korsel) Park Geun Hye bersumpah pada Kamis (20/12) akan memprioritaskan keamanan nasional, sambil mencapai keterikatan lebih besar dengan negara, yang senang berperang, Korea Utara (Korut).
Dalam pidato pertamanya sejak pemilu bersejarah, karena dia sebagai pemimpin pertama perempuan negara tersebut, Park menekankan ancaman keamanan, yang ditimbulkan oleh Korut, yang ditandai dengan peluncuran roket baru-baru ini.

Dia juga berjanji akan mengupayakan stabilitas regional di Laut China Timur, yaitu wilayah sengketa teritorial antara Korsel, China dan Jepang.

"Peluncuran roket jarak jauh Korut secara simbolis menunjukkan seberapa serius situasi keamanan yang kita hadapi," kata Park.

"Saya akan menepati janji saya untuk membuka era baru di semenanjung Korea, berdasarkan keamanan yang kuat dan kepercayaan berbasis diplomasi.

Selama kampanyenya, Park menjauhkan diri dari kebijakan garis keras Presiden Lee Myung-Bak, yang menghentikan bantuan kemanusiaan kepada Korut.

Park menjanjikan kebijakan ganda berupa keterikatan yang lebih besar dan pencegahan penguatan, dan bahkan mengulurkan prospek pertemuan puncak dengan pemimpin muda Korut Kim Jong-Un, yang berkuasa satu tahun lalu.

Para pengamat mengatakan Park akan dibatasi oleh kelompok garis keras konservatif New Frontier Party (NFP), serta niat masyarakat internasional untuk menghukum Korut atas uji coba rudal balistik terselubungnya.

"Saya juga akan bekerja lebih keras untuk rekonsiliasi dan perdamaian Laut Cina TImur, sambil menambahkan bahwa kepercayaan dan stabilitas regional harus didasarkan pada persepsi sejarah yang benar," kata dia.

Seoul dan Tokyo terlibat dalam sengketa kedaulatan atas kelompok kecil Korsel, yang mengontrol pulau-pulau di Laut Jepang. Jepang terperosok dalam sengketa berbeda, namun serupa dengan China.

Ada kekhawatiran di Korsel, terkait kenangan pahit tentang penjajahan Jepang 1910-1945, tentang peningkatan nasionalisme di Jepang di bawah pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe.

Seoul bereaksi marah pada Oktober, ketika Abe mengunjungi kuil di Tokyo, sebagai penghormatan 2,5 juta korban perang, termasuk 14 penjahat perang terkemuka dari Perang Dunia II.

Sebagai perdana menteri pada 2007, Abe marah kepada Korsel dan menyangkal keterlibatan langsung militer Jepang terhadap kekerasan pada perempuan dan perbudakan seksual selama perang, yang banyak terjadi di semenanjung Korea.



Sumber : Analisa

0 komentar:

Posting Komentar